Mengenal Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional
Gambar : Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara (1879-1959) adalah seorang tokoh pendidikan Indonesia yang sangat berpengaruh dalam sejarah perjuangan pendidikan di Indonesia. Nama aslinya adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.
Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan dididik dalam tradisi kejawen oleh keluarganya. Ia pernah belajar di ELS (Europeesche Lagere School) di Yogyakarta dan lulus pada usia 13 tahun. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di sekolah menengah Belanda dan bergabung dengan gerakan pergerakan kemerdekaan.
Pada tahun 1903, Ki Hajar Dewantara pergi ke Belanda untuk melanjutkan pendidikannya. Di sana, ia belajar di Leiden University dan meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1909. Selama di Belanda, ia juga terlibat dalam gerakan pergerakan nasionalisme Indonesia.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1913, Ki Hajar Dewantara mulai terlibat dalam gerakan pendidikan nasional. Pada tahun 1914, ia mendirikan Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia tanpa memandang status sosial, agama, atau etnis. Taman Siswa juga menjadi tempat pelatihan bagi para guru untuk melatih anak-anak di desa-desa.
Selama masa pendudukan Jepang, Ki Hajar Dewantara dipenjara oleh pemerintah Jepang karena terlibat dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, ia diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama pada tahun 1945. Ki Hajar Dewantara juga terlibat dalam pembentukan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada 26 April 1959 di Yogyakarta. Ia dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia dan menjadi tokoh penting dalam sejarah perjuangan pendidikan di Indonesia. Taman Siswa yang didirikannya masih berdiri hingga saat ini dan menjadi lembaga pendidikan yang terkenal di Indonesia.
Pada masa hidupnya, Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran yang sangat progresif dalam hal pendidikan. Ia memandang bahwa pendidikan harus menjadi hak semua orang tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Ia juga percaya bahwa pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai nasionalisme, kebebasan, dan kemandirian kepada murid-muridnya.
Ki Hajar Dewantara juga memperjuangkan pendidikan berbasis kearifan lokal atau budaya, dengan memberikan kesempatan pada murid-muridnya untuk belajar mengenai tradisi dan budaya Indonesia serta mengembangkan kreativitas mereka sendiri. Hal ini terlihat dalam sistem pendidikan yang ia terapkan di Taman Siswa, di mana murid-murid diajarkan mengenai seni, musik, dan keterampilan tangan.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Ia menulis banyak buku mengenai pendidikan, karya sastra, dan sejarah Indonesia. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain "Pembangunan Jiwa", "Madilog", dan "Kitab Kuning".
Pengaruh Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan Indonesia masih terasa hingga saat ini. Banyak sekolah dan institusi pendidikan di Indonesia yang mengadopsi nilai-nilai yang dianutnya, seperti pendidikan berbasis kearifan lokal, pendidikan inklusif, dan pengembangan kreativitas siswa. Oleh karena itu, Ki Hajar Dewantara dianggap sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Selain menjadi tokoh pendidikan yang berpengaruh, Ki Hajar Dewantara juga terlibat dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia adalah salah satu pendiri Sarekat Islam, sebuah organisasi politik dan sosial yang berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang, Ki Hajar Dewantara dipenjara karena terlibat dalam gerakan perjuangan kemerdekaan. Namun, setelah Indonesia merdeka, ia diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pertama pada tahun 1945. Sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia berperan penting dalam memperjuangkan pendidikan yang lebih baik dan membangun sistem pendidikan nasional yang efektif.
Salah satu hasil karya Ki Hajar Dewantara yang paling terkenal adalah falsafah "Tut Wuri Handayani", yang merupakan prinsip dasar dalam pendidikan Taman Siswa. Falsafah ini mengajarkan bahwa seorang guru harus menjadi teladan bagi muridnya, serta harus pandai membimbing dan memotivasi murid-muridnya untuk berkembang.
Ki Hajar Dewantara juga dikenal sebagai salah satu tokoh perintis gerakan pers di Indonesia. Ia mendirikan surat kabar "Pendidikan" pada tahun 1913 dan menjadi redaktur surat kabar "Bintang Hindia" pada tahun 1921.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga merupakan seorang intelektual yang memiliki pemikiran filosofis yang mendalam. Ia menciptakan istilah "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani" yang menjadi falsafah dalam kehidupannya.
Falsafah ini mengajarkan bahwa seorang manusia harus mengamati keadaan di sekitarnya dengan seksama, memikirkan tujuannya secara cermat, dan selalu berbuat baik dan membantu orang lain. Hal ini tercermin dalam prinsip dasar pendidikan yang ia anut, yaitu mengembangkan "kepribadian" murid dan bukan hanya mengajarkan pengetahuan secara teknis.
Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya kemandirian dalam pendidikan. Ia mengajarkan murid-muridnya untuk memiliki kemampuan mandiri dan kritis sehingga mampu mengejar tujuan hidupnya dengan lebih baik.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga memiliki kontribusi besar dalam bidang sastra Indonesia. Ia adalah penulis puisi dan prosa yang produktif dan diakui oleh masyarakat sastra Indonesia. Beberapa karya sastranya yang terkenal antara lain "Bapak Guru Indonesia", "Sair Tjerita Siti Akbari", dan "Serat Kanda".
Pada akhir hayatnya, Ki Hajar Dewantara menghabiskan sisa hidupnya di Yogyakarta, tempat ia mendirikan Taman Siswa dan mendirikan universitas. Ia meninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara. Warisannya dalam dunia pendidikan dan sastra terus dikenang hingga saat ini.
Warisan Ki Hajar Dewantara terus dikenang dan dihargai oleh masyarakat Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Pada tahun 1960, nama Universitas Negeri Yogyakarta diubah menjadi Universitas Negeri Yogyakarta "Ki Hajar Dewantara" sebagai penghargaan atas jasanya dalam bidang pendidikan.
Selain itu, Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara masih berdiri dan beroperasi hingga saat ini. Sekolah ini menjadi salah satu model pendidikan yang diakui oleh pemerintah Indonesia dan berupaya untuk mengembangkan pendidikan yang berfokus pada pengembangan kepribadian dan kemandirian siswa.
Selain di Indonesia, Ki Hajar Dewantara juga dihormati di berbagai negara, terutama di Asia Tenggara dan Amerika Latin, karena sumbangsihnya dalam bidang pendidikan. Beberapa institusi pendidikan di luar Indonesia bahkan menamai bangunan dan gedung-gedung di kampus mereka dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Secara keseluruhan, Ki Hajar Dewantara adalah sosok yang berperan penting dalam perkembangan pendidikan dan sastra di Indonesia. Filosofinya yang mengedepankan kemandirian, kebebasan, dan kesetaraan dalam pendidikan menjadi landasan bagi pengembangan sistem pendidikan di Indonesia. Warisannya terus dikenang hingga saat ini dan diharapkan dapat menginspirasi generasi muda Indonesia dalam mengembangkan diri dan membangun bangsa yang lebih baik.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga menekankan pentingnya menghargai keberagaman budaya dan bahasa di Indonesia. Ia memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang menggabungkan berbagai dialek dan bahasa daerah yang ada di Indonesia. Ia juga mempromosikan penggunaan bahasa daerah sebagai bagian dari identitas dan kekayaan budaya Indonesia.
Berkat upaya Ki Hajar Dewantara, pada tahun 1928, bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan di Hindia Belanda. Keputusan ini kemudian menjadi dasar bagi penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia pada tahun 1945.
Tak hanya itu, Ki Hajar Dewantara juga memperjuangkan hak-hak perempuan dalam pendidikan dan masyarakat. Ia memperjuangkan hak perempuan untuk mendapat pendidikan yang sama dengan laki-laki, serta menekankan pentingnya mendukung perempuan untuk berkarir dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan politik.
Banyak upaya dan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang masih relevan hingga saat ini dan menjadi inspirasi bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Perjuangannya dalam memperjuangkan pendidikan yang inklusif, menghargai keberagaman, dan mengutamakan pengembangan kepribadian siswa menjadi landasan bagi pengembangan pendidikan yang lebih baik di Indonesia.
Karena kontribusinya yang besar bagi bangsa Indonesia, Ki Hajar Dewantara dianggap sebagai pahlawan nasional dan mendapat penghargaan tertinggi dari negara Indonesia, yaitu Bintang Mahaputera Utama. Hari kelahirannya, 2 Mei, juga diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.
Sumber : malabali.blogspot.com